Skip to main content

Ternyata ini penyebab perkembangan minat anak belajar membaca menurun!


Sumber: Anak pintar

Anak belajar membaca adalah agenda wajib yang harus dimiliki orang tua. Wajar saja, kemampuan literasi adalah kunci utama untuk bertahan hidup di era modern. Sayangnya, tidak selamanya si kecil menurut dan duduk di depan meja belajar, menekuni setiap huruf pada buku pelajaran membaca. Diam, ngambek, sampai dengan melempar tantrum seolah jadi insiden ‘normal’ yang menimpa mayoritas ayah bunda. Apa penyebabnya?


1.       Belajar terasa seperti kewajiban
Mayoritas orang tua tidak memisahkan antara bermain dengan belajar. Dalam artian, anak dipaksa masuk dalam sekolah tanpa mau mendengarkan kemauan anak sendiri. Buah hati tidak memahami kenapa dirinya harus berada di suatu tempat seharian tanpa menyadari tujuannya.

Apabila anak ayah atau bunda masih berusia kecil maka beruntunglah, besar harapan untuk mencegah penyebab satu ini. Bahkan telah ada artikel cara membangkitkan minat belajar anak yang layak dibaca sekaligus praktekkan untuk masa depan anak yang lebih baik.

2.       Merasa sendirian
“Manusia adalah mahluk sosial”

Kalimat bapak ahli fikir Yunani, Aristoles tersebut memang ada benarnya. Ketika seseorang merasa kesepian dan tak mendapat waktu berbincang dengan sesama manusia, maka besar kemungkinan stress akan mendatanginya. Anak kecil juga demikian, terlebih jika buah hati tergolong tipe senang bersosialisasi atau ekstrovert.

Ada kalanya orang tua terlalu sibuk, atau lembaga taman kanak kanak (TK) mempersulit masa sosial anak, dan hanya focus pada belajar saja, tentu hal ini kurang menyenangkan. Perlahan tapi pasti anak tidak akan merasa semangat untuk menambah ilmunya, karena terlalu asyik dengan diri sendiri, seseorang tidak akan mampu merasa tertantang untuk meningkatkan kemampuan dirinya sendiri.

3.       Kurangnya pujian orang tua
Orang tua seharusnya jadi orang pertama yang paling dekat dan dipercaya oleh buah hatinya. Hal ini menjelaskan kenapa sebagian besar idola pertama seorang anak adalah ayah atau ibu. Anak gemar meniru dan mencontoh setiap gerak gerik orang tua juga berasal dari rasa hormat yang besar.

Mari mengambil sudut pandang orang dewasa supaya lebih mudah memahami kenapa pujian menjadi faktor anak tidak mau belajar membaca. Ketika seseorang dipuji oleh idolanya, maka rasa gembira akan menyeruak dalam dirinya menimbulkan motivasi tersendiri dalam dirinya untuk melakukan hal serupa yang bisa picu pujian lagi. Anak juga demikian.

Kadar pujian yang kurang bisa mengakibatkan padamnya rasa eksploratif anak termasuk menyangkut belajar literasi. Usahakan untuk menghargai setiap jengkal prestasi anak meski di mata orang tua mampu melafalkan A sampai H saja bukan sesuatu yang patut dibanggakan.

4.       Terlalu sombong
Manusia memang cukup unik, terlalu sedikit pujian akan menurunkan motivasi namun terlalu banyak juga dapat timbulkan rasa angkuh atau sombong sehingga anak malas belajar. Tapi bila dipikir kembali sebetulnya segala sesuatu yang berlebih tidak pernah berakhir baik. Gula yang terlalu banyak di kopi akan berujung eneg atau pakaian yang terlalu ketat akan membuat sesak nafas misalkan.

Memuji anak hukumnya boleh, bahkan sangat disarankan, asal dengan catatan orang tua mampu mengobarkan semangat setiap kali pujian dilontarkan. Mari mengambil contoh dari lafal A sampai H, setelah memuji betapa hebat anak bisa mencapai tahap tersebut, usahakan menyertakan tantangan halus seperti “Ayo apa adek bisa sebutkan setelah H?”. Dengan menerapkan pola tersebut, anak akan paham bahwa diatas langit selalu ada atmosfer.

5.       Rasa tertekan
Orang tua perfeksionis banyak sekali dijumpai dalam negara Asia. Perhatikan saja, pada saat penerimaan raport, pertanyaan seputar ranking anak lebih banyak diajukan daripada betapa besar usaha si kecil. Inilah kenapa banyak anak perlahan tapi pasti kehilangan minat menuntut ilmu.

Ada kalanya menekan anak bisa jadi motivasi, namun tak jarang ibarat pisau bermata dua. Anak yang terlalu sering dituntut ‘nilai sempurna’, pada satu titik bisa mempertanyakan penting atau tidaknya kesempurnaan itu sendiri. Inilah asal mula anak tidak akan mau meraih ‘tangga yang ilmu lebih tinggi’ karena setiap langkahnya dihancurkan oleh ayah bunda sendiri.

6.       Kebanyakan ilmu
Terciptanya beragam teknologi baru yang memudahkan kehidupan manusia, tak jarang menuntut generasi kini untuk mengembangkan potensi diri ke banyak ranah. Pemandangan anak sejak dini diikutkan les meski masih duduk di bangku taman kanak-kanak bukan pemandangan yang aneh.

Ada 1 hal yang kerap dilupakan yakni kenyataan bahwa masa kecil memang waktu bermain. Pengaturan otak anak tidak terletak di masa depannya melainkan masih berada pada sesi bersenang-senang membuatnya muak dengan semua beragam ilmu yang bahkan si kecil tak paham tujuan menghabiskan waktu dalam ruangan berusaha menguasai sesuatu.

7.       Metode membosankan
Mari menarik nafas sejenak dan bayangkan hal yang di asosiasikan dengan waktu belajar. Apakah ruangan kelas, duduk dengan tangan rapih diatas meja mendengarkan guru secara pasif? Jika ya, mungkin inilah letak problematika anak malas belajar!

Usahakan membangun lingkungan yang menarik dan suasana interaktif untuk memastikan anak tidak akan bosan menggali ilmu yang lebih dalam lagi. Misalkan saja memakai boneka, atau mungkin pemakaian teknologi untuk pendidikan anak. Semua boleh dilakukan selama si kecil kian tertarik mencari tahu hal baru.

Masih banyak lagi alasan yang mungkin memicu minat anak belajar menurun, terutama dengan sangat drastis. Semoga dengan mengetahui penyebab tersebut tidak ada lagi masalah dalam membimbing anak belajar, ya!


Comments

Popular posts from this blog

4 Bukti kecanggihan teknologi memudahkan pendidikan anak cerdas

Kemajuan teknologi seolah tak terbendung lagi, begitu cepat menguasai sebagian besar kehidupan manusia. Termasuk dalam bidang pembelajaran, tak aneh rasanya menggunakan komputer, tablet elektronik, dan semacamnya. Bahkan, di kalangan orang tua telah terjadi perbincangan hangat antara orang tua dan ahli medis mengenai pemanfaatan teknologi dalam pendidikan anak .   Setiap ciptaan manusia bagaikan pisau bermata dua, terdapat sisi positif dan negatif. Tentunya kalau menyangkut barang elektronik sudah banyak sekali pembahasan mengenai kekurangan penggunaan teknologi, sampai phobia semacam technophobia atau rasa takut berlebih terhadap teknologi adalah hal yang nyata. Benarkah semua yang berkaitan dengan listrik selalu berakhir buruk? Jawaban yang paling tepat mengenai teknologi hanya rugikan masa kanak kanak adalah tidak juga. Menurut penelitian yang disenggelarakan www.kurzweiledu.com , ternyata ada beberapa aspek yang membuat teknologi layak digunakan dalam memajukan k