Skip to main content

5 Penyebab dan batas wajar tantrum pada anak



Tantrum pada anak telah jadi bahan perbincangan hangat di kalangan orang tua. Bayangkan saja, si kecil meraung keras, bahkan ada yang melempar barang tentu picu omongan. Mau taruh muka dimana berkelebat dalam pikiran. Dalam diskusi dengan dokter mengenai anak pemarah  tidak ada kasus yang benar-benar mirip. 

Tindakan yang paling tepat tentu bukan menyalahkan satu sama lain atas perilaku buah hati. Kedua belah pihak sama-sama bertanggung jawab dalam menyelesaikan problematika termasuk dari segi mendidik anak. Demi menemukan jalan keluar, langkah pertama yang sangat disarankan adalah temukan ‘sebabnya’.

Psikologis bukan ilmu yang tersebar di kalangan awam, menemukan alasan dibalik amarah anak tak semudah membalik telapak tangan. Beberapa hal dibawah ini mungkin bisa berikan insight atau pencerahan terkait sebab anak alami tantrum:

1.       Trauma
Rasa takut merupakan perasaan yang tidak pernah disenangi oleh siapapun. Bahkan, di kalangan orang dewasa sendiri tidak ada yang suka dengan tak mampu menghadapi sesuatu hanya karena takut. Sayangnya, trauma adalah diagnosa yang jauh lebih parah dibanding ketakutan biasa.

Mari memahami apa trauma itu sendiri. Umumnya seseorang mendapat trauma setelah mengalami kejadian sangat tidak menyenangkan hingga membuat dirinya ogah mengalami atau minimal melihat kejadian yang sama. Segala sesuatu yang berhubungan dengan kejadian traumatis tersebut menimbulkan perasaan tidak menyenangkan. Lantas apa hubungannya dengan amarah si kecil?

Lucu tapi nyata, marah sebetulnya mekanisme pertahanan tubuh yang sangat wajar. Ketika menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan, manusia cenderung fokuskan semua energinya untuk mengusir sumber ketakutan, yang biasa dikenal dengan marah. Inilah mengapa beberapa anak tidak alami ledakan amarah secara terus menerus melainkan hanya pada waktu tertentu saja.

2.       ADHD
Pengetahuan seputar penyakit mental di Indonesia bukan sesuatu yang dipahami masyarakat luas, sehingga ADHD dikaitkan dengan masalah anak mengamuk bukan kesimpulan umum. Tentu saja, supaya lebih mudah pahami penjelasan lebih lanjut, mari mengenal ADHD.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau disingkat ADHD adalah kondisi dimana seseorang kesulitan fokus terhadap suatu hal. Umumnya ADHD disebabkan kadar kimia yang tidak seimbang sehingga ragam ide berterbangan dalam otak sampai anak tidak bisa menangkap apa yang dirinya mau.

Penderita ADHD bukan berarti senang mengamuk, ada perbedaan antara “terlalu aktif” dengan emosi marah. Namun, karena sikapnya yang kerap berganti posisi dan seolah tidak mendengarkan perkataan orang lain membuat si kecil nampak kesal, terlebih ketika dirinya gembira dan cenderung bersuara kencang.

Apabila orang tua ingin mengetahui lebih lanjut seputar ADHD, sangat dipersilahkan untuk melakukan tes ke dokter dan banyak membaca seputar anak hiperaktif .

3.       Masalah pembelajaran
Tidak semua orang menikmati masa belajar, rasa tidak mengerti bagaikan berjalan dalam gelap membuat proses menimpa ilmu baru tidak menyenangkan. Rasa kecewa terhadap diri sendiri akibat tidak mampu memahami sesuatu dapat menumpuk hingga menjadi ledakan amarah. Kondisi kian diperparah apabila ejekan akibat kurangnya kemampuan dilontarkan dari kanan dan kiri terutama dari ayah bunda.

Berbeda dengan penyebab amukan anak lainnya, marah akibat tidak mampu memahami sesuatu jauh lebih gampang di diagnosa. Salah satunya adalah perilaku menghindari subjek tertentu, atau hanya mengamuk ketika diminta mendatangi suatu kelas. Apabila sampai terjadi mungkin ini saatnya koreksi ulang bakat si kecil.

4.       Terisolasi
Ada perbedaan antara ingin ruang untuk diri sendiri dengan terisolasi. Saat si kecil ingin sendiri maka keberadaan orang lain memang tidak diharapkan, sedangkan isolasi adalah kondisi orang sekitar sengaja menganggap anak tidak ada. Tergantung dari tingkat hubungan, maka rasa terisolasi kian parah. Apa madsudnya?

Setiap orang memiliki hubungan berbeda antar satu sama lain sesuai dengan kondisi dan kesempatan individu itu sendiri. Berhubung umumnya anak menghabiskan sebagian besar masa kecilnya bersama ayah bunda maka itulah hubungan terdekat pertama yang dimilikinya. Ketika orang tua tidak melibatkan anak atau si kecil merasa tak dianggap, perlahan tapi pasti rasa tak menyenangkan picu ledakan tantrum.

5.       OCD
Pengertian OCD, kepanjangan dari obsessive compulsive disorder ini merupakan penyakit mental yang sangat mudah memicu emosi. Penderita OCD ingin segala sesuatu berjalan sesuai dengan kemauannya tanpa sadar. Berbeda dengan egois, obsessive compulsive disorder mendorong seseorang untuk memperbaiki segala sesuatu sampai terlihat sempurna menurut penderita.

Anak yang mengidap obsessive compulsive disorder bisa jadi marah tanpa sebab ketika terlalu banyak hal yang tidak sesuai dengan kemauannya. Suasana hati si kecil kian keruh bila ayah bunda mengajak anak pergi sebelum sempat memperbaiki hal-hal yang dirasa perlu.

Masih banyak lagi penyebab tantrum muncul pada buah hati. Bahkan, pada beberapa kasus, buah hati tidak hanya gampang mengalami emosi menggebu, namun sampai pada tahap anak tempramen. Jika demikian, maka diperlukan penanganan dan diagnosa khusus.

Selama bertahun-tahun, ahli medis dan psikologis coba temukan bagaimana solusi anak pemarah. Hanya saja, manusia bersifat dinamis atau berbeda satu sama lain. Tetap saja pada ujungnya, ada titik dimana orang tua harus tanggapi kondisi anak secara serius.
Kapan ledakan amarah harus dikhawatirkan?

Setelah mengetahui penyebab anak mengamuk tanpa sebab tentu akan lebih mudah mencari solusinya. Walaupun setiap sebab punya cara tersendiri untuk mengatasi bukan berarti tidak ada jalan yang bisa ditempuh dari segi umum. Ada baiknya bila ayah bunda membaca tips mengatasi anak tantrum untuk perkembangan sekaligus hubungan orang tua dengan si kecil. 

Harap diingat terkadang ada anak yang melempar tantrum pada tingkat yang sedang ada pula tipe serius. Belden, Joan L. Luby dari Web.md.com menerangkan bahwa paling tidak ada 5 tanda perilaku marah anak sudah di luar batas wajar.

1.       Kasar dan agresif
Anak kecil menangis tentu sudah biasa, tapi kalau sampai menendang?
Ya, kebanyakan memaafkan bocah walau telah melakukan kekerasan sampai menyakiti orang sekitarnya. Tak segan melempar barang seolah jadi pemandangan lumrah. Padahal ada diagnosa serius bagi buah hati yang gemar menyakiti orang lain terlebih hubungan dekat.

2.       Menyakiti diri sendiri
Meski si kecil tidak menyakiti orang di sekitarnya, tetap saja bahan pelampiasan diperlukan untuk melepas tekanan. Disinilah kasus self harm atau menyakiti diri sendiri banyak dijumpai. Dibanding kasar dan agresif, gejala satu ini jauh lebih berbahaya karena kasat mata.

3.       Dendam
Memaafkan memang tak pernah mudah, terlebih pada era kini. Bagi seorang bocah yang tidak menanggung beban apapun, tidak sepantasnya bila dirinya mengenal dendam. Kondisi akan semakin parah kalau orang tua mengandalkan hadiah atau sogokan untuk menenangkan gelora panas di hati si kecil.

4.       Terlalu lama marah
Fokus umumnya gampang teralihkan. Sekedar mengajak melihat kolam ikan, seharusnya bisa menenangkan atau menunda ledakan amarah si kecil. Menurut dokter Belden, anak yang mampu bertahan marah hingga dua puluh menit lamanya sudah keluar jalur normal.

5.       Terlalu sering marah
Hasil survei yang melibatkan dua ratus tujuh puluh Sembilan suami istri dengan satu anak berhasil temukan frekuensi marah yang dapat dimaklumi. Dokter Belden menunjukkan hasil pengamatan bahwa gangguan psikologis nampak pada buah hati yang marah lebih dari lima kali dalam sehari.
Jangan buru-buru menghakimi kondisi buah hati sebelum berbicara dengan professional. Mengapa? Satu dari tujuh anak sudah diprediksi akan alami tantrum paling tidak sekali selama hidupnya. Cobalah identifikasi lanjut dan bicarakan baik-baik dengan pasangan!



Comments

Popular posts from this blog

4 Bukti kecanggihan teknologi memudahkan pendidikan anak cerdas

Kemajuan teknologi seolah tak terbendung lagi, begitu cepat menguasai sebagian besar kehidupan manusia. Termasuk dalam bidang pembelajaran, tak aneh rasanya menggunakan komputer, tablet elektronik, dan semacamnya. Bahkan, di kalangan orang tua telah terjadi perbincangan hangat antara orang tua dan ahli medis mengenai pemanfaatan teknologi dalam pendidikan anak .   Setiap ciptaan manusia bagaikan pisau bermata dua, terdapat sisi positif dan negatif. Tentunya kalau menyangkut barang elektronik sudah banyak sekali pembahasan mengenai kekurangan penggunaan teknologi, sampai phobia semacam technophobia atau rasa takut berlebih terhadap teknologi adalah hal yang nyata. Benarkah semua yang berkaitan dengan listrik selalu berakhir buruk? Jawaban yang paling tepat mengenai teknologi hanya rugikan masa kanak kanak adalah tidak juga. Menurut penelitian yang disenggelarakan www.kurzweiledu.com , ternyata ada beberapa aspek yang membuat teknologi layak digunakan dalam memajukan k